Fiqih Shalat Jenazah Di Kuburan
Ditulis Oleh : Yusuf Abu Ubaidah As Sidawi
Sebagian kalangan yang di dalam hatinya terdapat penyakit, mencari-cari kesempatan untuk menyerang Salafiyyin Ahli Sunnah wa Jama’ah Ashabul Hadits pasca adanya sebagian ikhwan yang shalat jenazah di kuburan Ustadzuna Yazid bin Abdul Qadir Jawas karena ketinggalan shalat jenazah di masjid. Ada yang bilang “Akhirnya Wahabi jadi kuburiyyun juga ternyata, mereka sholat di kuburan”
“Ternyata wahabi khawarij tuh suka meramaikan kuburan dan menyepikan masjid”.
Dalam anggapan mereka, shalat jenazah di kuburan sama seperti yang biasa mereka lakukan saat di kuburan wali berupa doa, mengusap-ngusap nisan kuburan, mencium untuk ngalap berkah dan lain sebagainya.
Maka pada kesempatan ini dalam rangka menjelaskan sunnah, menyingkap kejahilan dan menjawab tuduhan, akan kami bahas hadits yang berkaitan tentang shalat jenazah di kuburan bagi yang ketinggalan beserta fiqihnya sebagai ilmu bagi kita:
Dalil Bolehnya Shalat Jenazah Di Kuburan Apabila Belum Sempat Mensholatinya
1. Hadits Abu Hurairah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata:
أَنَّ أَسْوَدَ رَجُلًا – أَوِ امْرَأَةً – كَانَ يَكُونُ فِي المَسْجِدِ يَقُمُّ المَسْجِدَ، فَمَاتَ وَلَمْ يَعْلَمُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَوْتِهِ، فَذَكَرَهُ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: «مَا فَعَلَ ذَلِكَ الإِنْسَانُ؟» قَالُوا: مَاتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «أَفَلاَ آذَنْتُمُونِي؟» فَقَالُوا: إِنَّهُ كَانَ كَذَا وَكَذَا – قِصَّتُهُ – قَالَ: فَحَقَرُوا شَأْنَهُ، قَالَ: «فَدُلُّونِي عَلَى قَبْرِهِ» فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ
“Bahwasanya seorang laki-laki atau wanita yang paling hitam kulitnya dahulu menjadi tukang sapu masjid. Kemudian dia meninggal dunia dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui tentang kamatiannya. Suatu hari, beliau teringat tentang orang tersebut. Maka, beliau bersabda, ‘Apa yang telah terjadi dengan orang itu?’ Mereka (para sahabat) menjawab, ‘Dia telah meninggal, wahai Rasulullah.’ Lalu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Mengapa kalian tidak memberitahu aku?’ Mereka menjawab, “Kejadiannya begini, begini … “ Lalu, mereka menjelaskan. Kemudian beliau bersabda, ‘Tunjukkan kepadaku makamnya.’ Maka, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi makam orang itu, kemudian menyalatinya.” (HR. Bukhari no. 1337 dan Muslim no. 956)
Di dalam riwayat Muslim terdapat tambahan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ هَذِهِ الْقُبُورَ مَمْلُوءَةٌ ظُلْمَةً عَلَى أَهْلِهَا وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُنَوِّرُهَا لَهُمْ بِصَلَاتِي عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya makam-makam ini telah dipenuhi kegelapan bagi penghuninya. Dan sesungguhnya Allah akan memberikan mereka cahaya karena salat yang aku kerjakan atas mereka.”
2. Hadits Ibnu Abbas
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَجُلٍ بَعْدَ مَا دُفِنَ بِلَيْلَةٍ، قَامَ هُوَ وَأَصْحَابُهُ وَكَانَ سَأَلَ عَنْهُ، فَقَالَ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: فُلاَنٌ دُفِنَ البَارِحَةَ، فَصَلَّوْا عَلَيْهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengerjakan salat jenazah untuk seorang laki-laki yang telah dikebumikan pada malam hari. Beliau mengerjakannya bersama dengan para sahabat. Ketika itu, beliau bertanya tentang jenazah tersebut, ‘Siapakah orang ini?’ Mereka pun menjawab, ‘Si fulan, yang telah dikebumikan kemarin.’ Maka, mereka menyalatkannya.” (HR. Bukhari no. 1340)
3. Hadits Anas bin Malik
Dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى قَبْرٍ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alahi wasallam salat di sisi makam (setelah jenazah dimakamkan, pent.).” (HR. Muslim no. 955)
Fiqih Hadits
Dari hadits-hadits ini dapat kita ambil beberapa faidah, diantaranya:
1. Bolehnya menshalati mayit setelah dia dikubur, baik dia sudah dishalati atau belum, namun jika sudah dikubur dan belum dishalati oleh seorangpun maka wajib menshalatinya setelah dikubur walaupun dia anak kecil untuk menunaikan kewajiban dan memberikan hak mayit. Dan tidak perlu mengeluarkan mayit dari kuburnya. (Majalah Buhuts Islamiyyah 10/64-65, Al ‘Uddah fi Syarah Umdah 2/766 oleh Ibnul ‘Athar)
Pendapat yang membolehkan shalat mayit di kuburan merupakan pendapat jumhur ulama. As Saffarini berkata: “Ini adalah pendapat mayoritas ulama, diriwayatkan dari Abu Musa Al Asy’ari, Ibnu Umar, Aisyah. Ini adalah madzhab Al Auza’i, Asy Syafi’i”. (Kasyfu Litsam 3/317)
Ini juga madzhab Ahmad dan Ishaq. (Al I’lam bi Fawaid Umdatil Ahkam 4/40 oleh Ibnul Mulaqqin)
Tidak ada yang menyelisihnya kecuali Asyhab dan Sahnun dari ulama Malikiyyah, keduanya melarang shalat di kuburan secara total dengan alasan saddu dzariah (membendung jalan menuju keharaman).
Namun pendapat ini lemah karena bertentangan dengan banyak hadits dalam masalah ini. Imam Ahmad berkata: “Siapa yang meragukan shalat di kuburan? Padahal telah diriwayatkan dari 6 jalur yang shahih”. (Tahdzib Sunan 3/332)
Imam Ibnu Abdil Barr menyebutkan ada 9 jalur, lebih dari itu Syeikh Al Albani malah menyebutnya sebagai hadits yang mutawatir (Al Istidzkar 8/248, Irwaul Ghalil 3/183)
Shalat ini bagi mereka yang tidak menshalati mayit secara langsung. Adapun menshalati pada setiap kuburan mayit setiap kali menziarahi kubur maka ini termasuk kebid’ahan karena tidak pernah dikerjakan oleh Nabi dan para salaf, di mana mereka ziarah kubur, mereka hanya mendoakan saja tapi tidak shalat. (At Tadzkirah fi Ahkamil Maqbarah hlm. 185 dan Tsamarat At Tadwin Min Masail Ibnu Utsaimin hlm. 132)
2. Sifat shalat jenazah di kuburan setelah mayit dikubur sama halnya seperti sifat shalat sebelum dikubur, berupa 4 kali takbir dan seterusnya.
3. Perhatian dan tawadhu’ Nabi terhadap para sahabatnya sehingga beliau mengabsen dan menanyakan kabar mereka dan membantu kebutuhan serta menunaikan hak mereka baik saat masih hidup bahkan setelah mati pun.
4. Dzahir dalil bahwa tidak ada batasan tertentu waktunya, sehingga boleh shalat jenazah di kubur walau dilaksanakan di waktu yang terlarang.
Sebagaimana tidak ada batasan waktu tertentu sampai kapan berlakunya. Oleh karenanya para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini, dan yang lebih kuat tidak ada batasnya, yang penting saat mayit itu meninggal dia sudah sah untuk shalat, adapun yang belum lahir saat mayit meninggal maka tidak disyariatkan melakukan shalat jenazah kepada mayit tersebut seperti menshalati kuburan-kuburan yang lama seperti Nabi dan sahabat maka ini tidak disyariatkan, bahkan Ibnu Abdil Barr menukil Ijma’ akan hal itu dalam At Tamhid 6/279.
*Pembahasan ini banyak mengambil faidah dati kitab “Mauridul Ifham fi Syarhi Umdatil Ahkam” 2/128-129 karya Syeikh Abdullah Al Fauzan dengan beberapa tambahan dari referensi lainnya.